Sabtu, 24 Juli 2010

Sebuah Petilasan


kemarin, siang siap menggeser arah matahari saat kita singgah di sebuah petilasan. entah milik siapa. lama menatap nama tertera. mungkin aku buta tak bisa mengeja sebuah sosok terduga. bukan dengan kecewa. hanya heran dengan maksud yang teraba. asing padahal aku mengenalnya.

kita duduk bersila. bersedeku di antara nisan. aku menatap mulutmu yang tak henti berkomat-kamit membacakan sesuatu. bunyinya tetap sunyi di telinga. bukan lafaz atau doa yang biasa diajarkan ibu. tapi serupa mantra. saat sesajian hitam mulai dibuka dalam lipatan mori di saku kiri celana. ada cahaya ungu nyaru abu-abu digenggaman. kerlipan bak bintang yang menyilaukan pandangan. akupun diam.


sejenak tubuhmu terpaku dalam lingkaran itu, tanpaku. tapi wajahmu pasi. lalu bola matamu memutih. tiba-tiba ada asap kelabu menyembul dari lekukan tubuhmu. ada aroma lain yang amat kukenal wanginya. bukan aroma bunga atau pepohonan. lebih mirip aroma kematian. itu kuyakini saat burung nazar berbisik pada gelisahku. lalu kulihat sebarisan burung hantu dan gagak saling merapat. menunggu di tepi lingkaran.tanpa kedipan menanti sebuah tanda hentian pusaran pekat.


setelah tak kudapati bayangmu di lingkaran itu. tiba-tiba tubuhku melepaskan sesuatu. lalu kulihat ragaku terkulai di samping sebuah nisan yang bertabur penuh kelopak mawar merah. tertera namaku bertinda darah sisa nifas yang basah. tapi cahaya putih itu mengajakku terbang tanpa hentian.tanpamu yang tak pernah menggamit tanganku.






IG Kembara

Tidak ada komentar: