Wajah bapak seperti mengutuk dan mencaci pilihan jempol kita. Sesal itu memberi luka dengan guratan bara.
Luka bukan bekas cakar Garuda, atau guratan keris pangeran Diponegoro yang tersimpan beku di museum jadi jejak benda purbakala.
Tapi luka oleh ulah anakanak yang terlahir dari rezim yang dipercaya.
Baru atau lama apa bedanya?
Tak ada dampak setelah orasi sanasini mengobral janji.
Hanya derita mayoritas menamparnampar wajah ibu pertiwi.
Dengan kasuskasus jelas tak kusut yang tak tuntas tuk diusut.
Sementara perutperut bayi tak lagi bisa terurus. Dibiarkan busung lapar. Mengemis di perempatan di bawah jembatan layang. Hingga preman dan calo saling rebutan lahan.
Gugatmenggugat hanya biasa didengar seperti membaca running teks berita di televisi.
Datang dan pergi seperti lalulalang orang di dalam angkutan kota menunggu tarif disesuaikan.
Lalu temanteman kecilku, tak bisa mudah bersekolah. Melupakan bahagianya dongeng sebelum tidur tentang Cinderella, Timun Mas atau Gatotkaca.
Bangkubangku mereka hanya batu di pinggir kali. Guru mereka menekuni dengan hati. Walau gaji hanya cukup beli teri.
Disini aku anak kecil ini, hanya bisa diam tak bisa menerka esok jempol ini berkata apa?
IG Kembara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar