Minggu, 08 Agustus 2010
Dengarkan Suara Sampah
hai kawan..
: dengarkan ceritaku
tentang tanah yang subur, padi menguning siap panen
tentang rimba perawan dengan aneka flora dan fauna
tentang segala biota dan kedalaman ragam hening samudra
tentang kisah darah pahlawan yang tertumpah atau tercecer
tentang harta pusaka yang diwariskan nenek moyang kami
tentang kekayaan budaya dan norma hidup yang tertata
tentang yang ber-ibu pada negri berpanji merah putih
tentang kepintaran, kecerdasan dan kemakmuran pada lalu
kini masa demi masa berganti bangku dan telunjuk
hanya menyisakan hutang segunung
persawahan tergerus globalisasi ciptakan elegi dan polusi
petani dan nelayan memperkosa nurani atas kerontangnya lambung
modernisasi sulap desa jadi kota mandiri tuk semai menara langit
warisan ratna mutumanikam kian terkikis, terjual proyek harakiri bukan harga diri
jejak pahlawan jadi tumpukan abu bahkan remaja lupa akan syair 'rayuan pulau kelapa'
kemarau panjang akibat penjarah liar yang tak berhati nurani
lagi-lagi bencana, menyalahkan pancaroba yang kian tak tentu
bendunganpun jebol, bumipun menjerit saat parunya teriris
lalu semua cuci tangan dan lari terbirit-birit sembunyi di ketiak sunyi
: lihatlah..
apa bedanya penjahat dengan pejabat..?
kalau akhirnya sama-sama mencuri saat mulut berbisa mulai berdasi
apa perlunya siskamling..?
jika otak malingnya bayanganmu sendiri
banyak layar tancap terpampang bukan malu bertelanjang
justru sikut sana sini rekayasa skrip telenovela sebagai sajian kudapan
seolah sekejap mengulur suapan sebelah kanan, kirinya merampas segala
atau kami hanya gulma tuk dibuang di kali tanpa mau perduli
hanya tampang sampah yang tak perlu didengar tanpa maksud menyumpah
: tapi ingat...!!
walau kami sampah tapi sanggup menghabisimu.
Ira Ginda...
debu tepian kota
Kisah Emas Hitam

Pagi itu saat aku menemukanmu teronggok kuyu
Di rimbunan perdu, di kelokan pinggir jalan berliku
Sebuah permata hitam mengadu telah berkarat
Ruhmu terjebak, sesat hingga sekarat
“kau emas hitam yang telah matang kan ku beri ruang, tempatmu bukan di lubang bertelanjang” itu ucapku walaupun mimikmu pasi membatu
Lalu kubungkus dan kubawa pulang tanpa ragu
Kurawat kau dalam kesunyian temaram malam
Relaku walau terluka saat punggungku rapuh tertikam, rusukmu
Agar bisa kulihat pijarmu benderang saat kelam
"hei kau, aku tak butuh argumen basi biarkan kunikmati arogan sendiri dengan menantang malam" itu kalimat terakhir sebelum kau tinggalkan pagar kayu
kini saat kau mudah bosan dengan terang
warnamu kelabu mulai jadi benalu
dengan lembarlembar puisi rindu yang basi
juga kisah cerpencerpen cinta picisan
aku masih rindu dengan sosok emas hitam
bukan ada cinta di antara selasela jemari
tapi pada katakata indah menawan
tanpa bla bla bla....darimu
tanpa apaapa dariku
...dan itu kau menurutku
--------------------------
purnama tak pernah bisa sembunyikan bayangan saat lolonganmu serupa deritan pintu yang rentan dihajar rayaprayap berbisa dan kopong di dalamnya. silahkan saja tutup kenyataan dengan kebohongankebohongan baru. di balik awan aku slalu bisa melihat gerakmu tanpa kau tau...
lihat bayangmu mulai tertawa berdarahdarah mencariku....
IG
imajinasi tentang keangkuhan
Kamis, 05 Agustus 2010
Kenang

aku mengingatmu. saat butirbutir gerimis mengeja lekuk tubuh kita. di sebuah senja. kaki kita saling bertutur tentang jalan yang kecut, oleh keringat. juga dakidaki ibukota di atas jembatan penyebrangan, sekitar semanggi.
tubuh kita saling mengutuk gigil. air bah yang buat kita basah, resah. ganjil, dengan keadaan walau payung telah kau pegang, di tangan kanan. lalu rasa merapat. berbagi hangat. dalam hitungan detak jantung pun kian cepat. cipta debaran binal. paruparu pun anfal.
lalu kita kian sibuk menata bubuk peluru, katakata. agar tepat ditembakkan ke jantung lawan bicara. telunjuk kian sibuk memisalkan keadaan. tentang teriakan kenek pada penumpang. atau pada jajanan yang ditawarkan pedagang. tak juga kau mulai. egomu tak juga mengurai. hingga jenuh mulai menegur, perpisahan.
lalu kita kian dungu, oleh arti sebuah sederhana. saat segalanya di mulai lalu tercerai. tapi maaf kali ini nyalimu tak setajam rindu, untuk mengerti tentang memiliki.
Mata Hati
mata itu tanpa nyali
tanpa simpul temali
karna hati tak serupa puisi
kematianku kali ini
IG Randa
Cermin
Untukmu
Puisimu

Aku mengejamu
Di lekuk senja dengan haru
Ada sayatan menganga, basah di celahnya
“tak apa kubiasakan tanpa rasa” dengan wajah pasi
Bibir kita kian nyinyir, mengotakatik kata beraroma anyir
Pada selembar lontar kering berisi catatan akhir
Dengan bait bertinta darah tertusuk duri
Penamu adalah jantung yang mati
Bermata rusuk sisi kiri
Pun tanda baca
; berharakiri
(ajari aku membencimu)
IG Randa
Sabtu, 24 Juli 2010
Kuyu
Rindu yang Lupa

adalah aku yang menyesali rindu
saat kau terlalu acuh menghitung ragu
"Denting gitarmu tak semerdu dulu...sayang"
itu kata beku
akupun mulai menjahit detak diatas telapak tanganmu
dari tubuhmu yang tak lagi merah berdaging
hingga lekatpun darah kita makin mengering
terkadang sesekali pukau kita meruncing
atau bahkan menjadi puingpuing
"Senarku kepayahan sayang..kan kuganti nanti"
katamu coba mengalihkan alibi
lalu kau mengisi selongsongan peluru rindu dengan sajak basi
kau tepat tembak ke arahku, nyalakpun bergunjing miring mendesing
...dan ku lihat...
aah...ternyata bukan aku dan bukan kita
tapi dia
jantungnya tlah bersimbah darah
dustapun mulai mengeja
baraku mulai mereda
karena kau dan aku sama
lupa kapan rindu terakhir meraba
--------------------------
aku cecapi sisa peluh dipucukpucuk cemara
kala jejakmu kian gigil berjingkit tertiup bayu
kau menjauh, aroma tubuhpun lenyap tak mengerling
adalah aku meratap
terpasung letih sima reranting
menata keping di sudut hening
dan kau membendung
gulung sesak rindu membatu
pada sang bening tanpa melengking
ruang bisu
IG
Tarian Ilalang (Anak Pertamaku)

TARIAN ILALANG : DINAMIS DAN KOKOH
Penerbit Kutu Buku Sampurna (Jakarta 2010 – 106 halaman)
Oleh : Susy Ayu
Ulasan yang disampaikan dalam acara Launching Buku Antologi Puisi “Tarian Ilalang”
di PDS HB Jassin, Jakarta
Sabtu, 15 Mei 2010.
Tarian Ilalang, sebuah judul buku yang menarik. Kemudian terbayang di benak tentang sekumpulan ilalang , tampak rapuh namun tegak dan oleh angin mereka bergerak sangat dinamis, teratur dan mampu bertahan dalam kekeringan. Ilalang serupa kecemasan sekaligus harapan abadi manusia.
Tarian Ilalang, adalah sebuah buku antologi puisi.
Antologi secara harfiah diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga", adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Sementara kata puisi, secara etimologis berasal dari bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat.
Kita bisa menyebut beberapa nama Samuel Taylor Coleridge , Wordsworth , atau Dunton yang memiliki pendapatnya masing masing tentang puisi. Demikian juga kita, setelah menciptakan puisi dengan menjalani proses prosesnya, maka menurut saya puisi adalah merupakan sublimasi gerak perasaan dan pikiran yang terekam dalam kata kata. Sublimasi yang saya maksud tentu saja semacam perenungan/pengendapan yang melahirkan bentuk baru setelah penghayatan. Dengan kata lain puisi bisa berupa “potret kata kata” atas diri kita atau di luar itu yang berhasil ditangkap dengan mata dan rasa kemudian terolah di dalam bathin, hingga melahirkan pikiran atau gagasan gagasan tentang hal itu di dalam sebuah frame.
Tarian Ilalang, antoloi puisi oleh Adrian Kelana, Arther Panther Olii, Atan Wira Bangsa, Bagus Prana, Faris Al Farisi, Geg Neka, Ira Ginda, Joezefhine Zejoe, Lina Kelana, dan Windy Aurora.
1. Adrian Kelana, dalam pengelanaannya ia menguatkan jejaknya atas asa ( Secawan Anggur Rajahan, hal. 4) dan cinta kepada sesama ( Kemana Asap Tungku Itu, hal. 8 ) juga harapannya (Musafir Kelana, hal 10).
2. Arther Panther Olii, berhasil menggali kepedihannya hingga terasa begitu kental namun mengiris dengan sangat halus pada liris penutupnya : O, tidakkah kalian lihat telah lahir sajak paling pedih dari bening mataku? ( Dan Lahirlah Sajak Paling Pedih Dari Bening Mataku, hal. 18).
3. Safwan Nizar - Athan Wira Bangsa, menghidupkan sajak sajaknya dari perenungan yang digali antara dunia dalam bawah sadar dan dunia dalam kesadaran serta mengantar kita untuk merunduk lebih dalam atas keagungan Illahi ( Aku Mencari-Mu, hal. 26) dan (tuhan dan Rabi, hal. 27).
4. Bagus Prana, menulis rasa kehilangan dan pencarian akan cinta kasih yang lengkap tak terbelah, menyentuh rasa kemanusiaan kita (Syair Sebuah Balada, Hal. 37) , (Terlepas Sebuah Tanya, hal. 38) dan (Janji Dermaga Biru, hal. 40).
5. Faris Al Farisi, dialog ringan kerap kita temukan pada sajak sajaknya, dan itu membentuk keunikan dalam imaji yang kental (Kremasi, hal. 45) dan (Tentang Batu 4, hal. 50) .
6. Geg Neka, sajak sajaknya kerap irit diksi namun lincah dan memiliki makna pada keseluruhan bangunan puisinya. Sajaknya sangat dinamis, enerjik ( Pikiran, hal. 57), (Gelembung, hal. 58) dan tegas dalam lembutnya ( Lembayung, hal. 61).
7. Ira Ginda, nuansa gothic begitu kental membungkus pada kebanyakan puisinya, namun ia mampu membuat imaji imaji dalam gelap itu menjadi nyata di benak kita. Nuansa Romantika Gothic; yang mengungkapkan dunia cinta secara sensual dimana bisa menghasilkan jalinan yang kuat atau kadang tragis menyembul dari imaji imajinya (Kisah Rembulan Buta, hal. 65) dan (Pelacur Di Antara Kedua Kakimu, hal. 71). Dalam nuansa kelam itu Ira juga mampu memberi imaji yang lembut di dalam kehangatan yang miris (Secawan Teh Hangat, hal. 70) , (Jawabmu Sunyi, hal. 68) dan (Pangilan Moksa, hal. 67)
8. Joezefhine Maria - Joezefhine Zejoe, cinta adalah nafas terkuat yang hadir dalam sajak-sajaknya. Menegaskan cinta meski terabaikan, bagi kekasih, bagi sesama dan bagi orang orang yang kehilangan (Berkata Waktu Yang Akan Datang, hal.76), (Aksara Tuk Sahabat, hal.78) dan (Bocah Bocah Kolong, hal. 79).
9. Lina Kelana, dalam beberapa puisinya ia berani menggunakan diksi yang cukup tabu , hingga kita merasakan amarah mengalir dari beberapa puisinya (Arumi, hal.85), (Di Kesempuranaan Ini Tuhan Tak Lagi Bermaterai, hal. 90) . Namun juga Lina mampu mencipta imaji yang indah lewat diksi diksi santun dan lembut menyentuh (Dawai Getar Hati, hal. 88) dan (Engkau dan Selembar Kisah, hal. 91).
10. Eka Yuli Windya Astuti- Windy Aurora,
Windy mengolah tema maut dengan pilihan metafora unik, yaitu perjalanan kereta api (Pulang Naik Kereta, hal. 104). Maut merupakan tema yang menghantui puisi-puisi Windy, sebagai ujung dari perjalanan waktu yang tidak tercegah, sebagaimana yang tersirat dalam puisi Kertas (hal. 97) dan Lapuk (hal. 105).
Sebagai penutup saya ingin menyampaikan bahwa semua penyair di atas mengangkat tema tema yang sama tentang cinta, sepi, kehilangan juga harapan tetapi hasilnya akan tetap berbeda sebab masing masing memiliki personalitas yang ditentukan dari daya kreatifitas mereka dimana puisi merupakan manifestasi langsung dari metabolisme mental . *
Susy Ayu
Sebuah Jejak

Jejak dupa itu mengarah kepadamu. perempuan yang menggenggam lintingan bubuk kecubung di tangan kanan. menyajikan untuk tuantuan kesepian. hanya singgah dalam kesemantaraan. menanamkan tunastunas dahaga di dada kumbang kelana. hingga habis mereka hisap sajian tanpa tersisa. Lalu layar lebar mulai terbentang di anganangan mereka. tentang neraka yang merupa syurga. lalu setiai malam serupa siang.
helai keperakan disemir keemasan. gurat parutan paska kehamilan ditambal dengan balutan. tak pernah hirau pada kerutan. hanya di bahu kanan bersemai keinginan dan harapan untuk titis pujaan. cukup hanya ia yang merasakan kepahitan. badan pun memar penuh benturan, direlakan. untuk kebahagiaan seulas senyum seorang gadis malang. tiap akhir pekan di sebuah panti asuhan.
IG Kembara
6 Jam Kita

tak tuk tak tuk
ada langkah sepatu berlalulalang
di ruang tunggu, mencaricari yang dituju
tamu, berdiri takluk kaku di muka pintu
itu aku...
tik tak tik tak
ada detak jam kian jelas di rongga dada
dengan ritme yang memacu degup binal
lalu mata bersitatap membaca lekuk sintal
juga siap hujam rusuk tepat di keinginan
itu kau...
lalu gerimis rinainya pecah kandas
saat rasa meranggas mulai terkuras
ingat kan itu di detik-detik yang lalu
senja, kisah roman di beranda ungu
:tak
kita satu
pada ku
adamu
(tanpa sadar paru kirimu hilang kala kau, ku tinggalkan)
IG
last in jogja
Catatanku Tentangmu, Kekasih (Kado tuk Susy Ayu)

: Susy Ayu
Kekasih, sepucuk pesan. tersemat di ruang tunggu.
"aku rindu melihat wajah perempuan, diadukan kopi pekatku"
aku mengingatmu. dulu, di sebuah hunian maya. kita bertemu. kau sajikan menu, secangkir kopi luwak. lalu kau aduk penat. walau hanya sesaat. gelisah hitamnya terlumat. dengan bayang kita saling berimajinasi. tentang uma, hawa atau si cantik cleopatra.
kini sesekali, selami hitam bubuknya. pun getir kadang tercecap kejora. lalui hari dengan merintih dera. hingga terduduk di singgasana, hampa. tapi jalan masih membuka jendela. saat rembulan buta. kau bawa tangga bambu, milik tetangga. satu demi satu kau naiki trap-trapnya. dengan hati agar seimbang, raga. lalu kau lalui serpihan kaca. darah itu relamu. walau waktu tak pernah memihak. tapi tuturmu slalu berpijak. pada kedalaman pekat itu. sunyi katamu. diendapkan. walau rasa tak menentu. kau telan diam-diam. lalu kau tulis dalam lontar purba tentangnya.
memang hidup tak hanya mengenal cinta. tapi luka, rindu juga asa. banyak warna seperti balon-balon pengembara. kita tiupkan resah juga gundah. lalu ikat dengan keyakinan. dan lepaskan di udara. seperti katamu,
"tulisan adalah jagad kecil tempat kehidupan dibagi, dan Susy Ayu menulis untuk itu."
kau mawar merah. tubuhmu magma gelora.
IG Kembara
sahabatmu
Cemas yang Gemas (Kau Tentangku)

Ada getir luka menganga, tergurat di kening pagi.
Ra, tlah ucap kematian. tentang nasibnya sendiri. garisgaris hidup, di dahi. Ragu tlah letih tak mengerti. Tentang duka kekasihnya, Inka.
“rerimbun pohon percaya, daunnya gugur satusatu” saat sloki kedua berisi dusta habis, tertelan
Ra, membendung mendung di telaga tanpa sesal didustai. Bekas luka belum usai. Saat kekasih menuliskan pledoi. Tinta sewarna abu, kesangsian. Dengan dada terhujam belati, ketiadaan.
Ribuan maaf, julur alibi. saat liurliur saling berjejal , dihantar paruh burung raja. Lalu hening malam, mulai memahat kidung langit.
“tolong nyalakan kembali, lentera yang kugantungkan, di sisi keranda. agar ruang terasa damai” damba hati tergagap harap.
Inka, menjumputi jejak, sisa tetesan tinta. Untuk mencatat keyakinan. Dengan mata yang nyaris buta. tentang sebuah kemungkinan. Menetaskan kejutankejutan. Memijarkan bara, di hitam mata kekasihnya.
Dengarkan pekik burung raja, jeritannya kian gagah. Kabarkan pintu maaf, tlah terbuka. Tanpa deritan, di ujung senja. Lalu rasa bersepakat, meminang jabat. Tangan gurita mendekap, hangat.
--------------------------
Kini kabut mengurai. Tanpa kata cerai. Hingga semesta biarkan burungburung murai . dendangkan kidung biru. Lagu yang tak pernah usai. Dentingkan dawaidawai, kau tentangku.
Dalam kau, adaku.
IG Kembara
Sebuah Petilasan

kemarin, siang siap menggeser arah matahari saat kita singgah di sebuah petilasan. entah milik siapa. lama menatap nama tertera. mungkin aku buta tak bisa mengeja sebuah sosok terduga. bukan dengan kecewa. hanya heran dengan maksud yang teraba. asing padahal aku mengenalnya.
kita duduk bersila. bersedeku di antara nisan. aku menatap mulutmu yang tak henti berkomat-kamit membacakan sesuatu. bunyinya tetap sunyi di telinga. bukan lafaz atau doa yang biasa diajarkan ibu. tapi serupa mantra. saat sesajian hitam mulai dibuka dalam lipatan mori di saku kiri celana. ada cahaya ungu nyaru abu-abu digenggaman. kerlipan bak bintang yang menyilaukan pandangan. akupun diam.
sejenak tubuhmu terpaku dalam lingkaran itu, tanpaku. tapi wajahmu pasi. lalu bola matamu memutih. tiba-tiba ada asap kelabu menyembul dari lekukan tubuhmu. ada aroma lain yang amat kukenal wanginya. bukan aroma bunga atau pepohonan. lebih mirip aroma kematian. itu kuyakini saat burung nazar berbisik pada gelisahku. lalu kulihat sebarisan burung hantu dan gagak saling merapat. menunggu di tepi lingkaran.tanpa kedipan menanti sebuah tanda hentian pusaran pekat.
setelah tak kudapati bayangmu di lingkaran itu. tiba-tiba tubuhku melepaskan sesuatu. lalu kulihat ragaku terkulai di samping sebuah nisan yang bertabur penuh kelopak mawar merah. tertera namaku bertinda darah sisa nifas yang basah. tapi cahaya putih itu mengajakku terbang tanpa hentian.tanpamu yang tak pernah menggamit tanganku.
IG Kembara
Jumat, 16 Juli 2010
Kenang Itu di Keningku
kenang itu di keningku
kemarin senja
langkah kita masih bercanda
menuju persilangan
sebuah perpisahan
kemarin
masih terasa kecupan
di dahi dan pipi, merona
sebuah hentian yang kerap
kini
bahasa di tubuhmu lenyap
terguyur hujan sepagian
hanya tersisa genangan
sayang, tengok lagi kelak
setelah ia bernama
masa lalu
di langit petang jakarta wajahku mengambang
IG
kemarin senja
langkah kita masih bercanda
menuju persilangan
sebuah perpisahan
kemarin
masih terasa kecupan
di dahi dan pipi, merona
sebuah hentian yang kerap
kini
bahasa di tubuhmu lenyap
terguyur hujan sepagian
hanya tersisa genangan
sayang, tengok lagi kelak
setelah ia bernama
masa lalu
di langit petang jakarta wajahku mengambang
IG
Wajah Lelaki
ada kisah rembulan buta meninabobokan kekinian
lalu tanpa ragu melompati garis demarkasi di depan
lena oleh rayuan dan buai lolongan makhluk malam
hanya tuk cecapi sebuah kisah roman picisan
bukan seperti kisah cinta rama dan shinta
cukup sesaat instan dan terlupakan
"sayang, maaf aku miliki banyak kunci keinginan" itu nalarmu
ada rakrak berkunci yang tersimpan dalam bilikmu
saat kau buka biru tuk kunci si merah jambu
juga saat kau butuh jingga maka marun kau ikat
atau hijau kau pinang, kemuningpun kau sekap
"buatku tak penting, cukup ada aku, kau dan kita saja. bawalah ribuan tekateki dan jangan kau bagi" ujar keacuhan
lalu kemballi kita pada sandaran bahu masingmasing
seolaholah tetap utuh terengkuh
dengan melipat lembaran dusta
hai lihat!
ada wajah lelaki tak berpenghulu di antara kedua bibirmu
IG Kembara
lalu tanpa ragu melompati garis demarkasi di depan
lena oleh rayuan dan buai lolongan makhluk malam
hanya tuk cecapi sebuah kisah roman picisan
bukan seperti kisah cinta rama dan shinta
cukup sesaat instan dan terlupakan
"sayang, maaf aku miliki banyak kunci keinginan" itu nalarmu
ada rakrak berkunci yang tersimpan dalam bilikmu
saat kau buka biru tuk kunci si merah jambu
juga saat kau butuh jingga maka marun kau ikat
atau hijau kau pinang, kemuningpun kau sekap
"buatku tak penting, cukup ada aku, kau dan kita saja. bawalah ribuan tekateki dan jangan kau bagi" ujar keacuhan
lalu kemballi kita pada sandaran bahu masingmasing
seolaholah tetap utuh terengkuh
dengan melipat lembaran dusta
hai lihat!
ada wajah lelaki tak berpenghulu di antara kedua bibirmu
IG Kembara
Titismu Puisiku
Kau bilang, senja tlah retak, terkoyak.
Lalu sekarat.
Kubilang, nikmat. Dengan sayatan belati katakata.
Kau lihay, memainkan puisi, meramu racun di antara lekukan hurufhurufnya.
Mata aksaramu menghujam, sukma.
Aku terperdaya, terseret pusaran ilalang. Hingga hilang, kesadaran.
Saling candu tanpa rupa. Lalu degupdegup liar mulai bersenyawa. Siap menghakimi jiwajiwa kita.
“Sayang, jejakmu semalam menyisakan tangis tertahan. cukup sunyi semenit tertanggal, di antara riuh tepuk tangan, yang tak lelah mengungkap kebahagiaan. klimaks kita mencapai langitlangit malam. hingga cipta butirbutir perasan, yang gugur satu satu di halaman. lalu degup malam berpijar pada kesunyian. meruang pada kepekatan hitam biji matamu. lihatlah masih ada sisa anomali cintamu melompatlompat di retina, hatiku”
Kini kita saling mengejar haru, gelisah.
Lalu slokisloki di tangan, kian resah.
Tak sabar tuangkan kembali, agar kita mabuk.
Terlupa, kenyataan tentang liurliur mimpi semalam.
Walau kita tau, tak punya hak mengaminkan sgala perumpamaan.
Kekasih,
kau beri aku ruh, tetesan tinta sunyi.
Dengan pena rusuk, sisi kiri.
Ada titismu di tiap puisi, dari rahim kuncup melati.
------------------------
@kau ingin kenangan
maka kuberi angan, kupahat pada kening malam
@ada wajah rapuh terbayang di pekat kopi hitam siang ini,
kecewa serupa getir tlah kutelan manis.
walau lambungku meringis...
ada gegap di pelupuk mata kelam
jejakmu tak tereja semalam
kauku rindu...
IG Kembara
Lalu sekarat.
Kubilang, nikmat. Dengan sayatan belati katakata.
Kau lihay, memainkan puisi, meramu racun di antara lekukan hurufhurufnya.
Mata aksaramu menghujam, sukma.
Aku terperdaya, terseret pusaran ilalang. Hingga hilang, kesadaran.
Saling candu tanpa rupa. Lalu degupdegup liar mulai bersenyawa. Siap menghakimi jiwajiwa kita.
“Sayang, jejakmu semalam menyisakan tangis tertahan. cukup sunyi semenit tertanggal, di antara riuh tepuk tangan, yang tak lelah mengungkap kebahagiaan. klimaks kita mencapai langitlangit malam. hingga cipta butirbutir perasan, yang gugur satu satu di halaman. lalu degup malam berpijar pada kesunyian. meruang pada kepekatan hitam biji matamu. lihatlah masih ada sisa anomali cintamu melompatlompat di retina, hatiku”
Kini kita saling mengejar haru, gelisah.
Lalu slokisloki di tangan, kian resah.
Tak sabar tuangkan kembali, agar kita mabuk.
Terlupa, kenyataan tentang liurliur mimpi semalam.
Walau kita tau, tak punya hak mengaminkan sgala perumpamaan.
Kekasih,
kau beri aku ruh, tetesan tinta sunyi.
Dengan pena rusuk, sisi kiri.
Ada titismu di tiap puisi, dari rahim kuncup melati.
------------------------
@kau ingin kenangan
maka kuberi angan, kupahat pada kening malam
@ada wajah rapuh terbayang di pekat kopi hitam siang ini,
kecewa serupa getir tlah kutelan manis.
walau lambungku meringis...
ada gegap di pelupuk mata kelam
jejakmu tak tereja semalam
kauku rindu...
IG Kembara
Si Mbah Jakarta
banyak deru tertata
di atas roda kemajuan
di bawah kaum pinggiran
di tengah dera himpitan
dengan kukukuku macan
mengoyak pemerataan
menindih kemanusiaan
solekanmu tebal dengan
topengtopeng gemerlapan
gincumu memerah serupa
darah segar penindasan
oknumoknum penertiban
ada ongkos mahal yang terbiarkan
dengan tumpukan dakidaki moral
hingga si tole dan genduk
hanya tunduk dan manggutmangut
di pojokan etalaseetalase menunggu
tuan nyonya membayar belas kasihan
duuh mbah
susurmu habis ya..
toko mereka tutup di pasar
yang kemaren dibakar
duuh mbah
kembang setamanmu tiada
pedagang asongan tergusur
malmal dan temboktembok tiran
duuh mbah
lapangan tempat bermain bola
jadi bagus tak kena hujan
tapi lupa gimana riuhnya
main jungkatjungkit di taman
duuh mbah
miris kalo musim hujan dan angin topan
rumah tepi kali habis jadi sungai dangkal
juga abrasi pantai mulai tampar kewaspadaan
tak apa mbah
kami biasa dengan keputusan
berbayar pekerjaan rumah tuantuan
yang tak pernah tamat dari buku agenda
hingga dunia melupakan kapan kami ada
selamat ulang tahun mbah..
ngupi dulu kata mbah surip
IG Kembara
di atas roda kemajuan
di bawah kaum pinggiran
di tengah dera himpitan
dengan kukukuku macan
mengoyak pemerataan
menindih kemanusiaan
solekanmu tebal dengan
topengtopeng gemerlapan
gincumu memerah serupa
darah segar penindasan
oknumoknum penertiban
ada ongkos mahal yang terbiarkan
dengan tumpukan dakidaki moral
hingga si tole dan genduk
hanya tunduk dan manggutmangut
di pojokan etalaseetalase menunggu
tuan nyonya membayar belas kasihan
duuh mbah
susurmu habis ya..
toko mereka tutup di pasar
yang kemaren dibakar
duuh mbah
kembang setamanmu tiada
pedagang asongan tergusur
malmal dan temboktembok tiran
duuh mbah
lapangan tempat bermain bola
jadi bagus tak kena hujan
tapi lupa gimana riuhnya
main jungkatjungkit di taman
duuh mbah
miris kalo musim hujan dan angin topan
rumah tepi kali habis jadi sungai dangkal
juga abrasi pantai mulai tampar kewaspadaan
tak apa mbah
kami biasa dengan keputusan
berbayar pekerjaan rumah tuantuan
yang tak pernah tamat dari buku agenda
hingga dunia melupakan kapan kami ada
selamat ulang tahun mbah..
ngupi dulu kata mbah surip
IG Kembara
Wajah Bapak Ibu
Wajah bapak seperti mengutuk dan mencaci pilihan jempol kita. Sesal itu memberi luka dengan guratan bara.
Luka bukan bekas cakar Garuda, atau guratan keris pangeran Diponegoro yang tersimpan beku di museum jadi jejak benda purbakala.
Tapi luka oleh ulah anakanak yang terlahir dari rezim yang dipercaya.
Baru atau lama apa bedanya?
Tak ada dampak setelah orasi sanasini mengobral janji.
Hanya derita mayoritas menamparnampar wajah ibu pertiwi.
Dengan kasuskasus jelas tak kusut yang tak tuntas tuk diusut.
Sementara perutperut bayi tak lagi bisa terurus. Dibiarkan busung lapar. Mengemis di perempatan di bawah jembatan layang. Hingga preman dan calo saling rebutan lahan.
Gugatmenggugat hanya biasa didengar seperti membaca running teks berita di televisi.
Datang dan pergi seperti lalulalang orang di dalam angkutan kota menunggu tarif disesuaikan.
Lalu temanteman kecilku, tak bisa mudah bersekolah. Melupakan bahagianya dongeng sebelum tidur tentang Cinderella, Timun Mas atau Gatotkaca.
Bangkubangku mereka hanya batu di pinggir kali. Guru mereka menekuni dengan hati. Walau gaji hanya cukup beli teri.
Disini aku anak kecil ini, hanya bisa diam tak bisa menerka esok jempol ini berkata apa?
IG Kembara
Luka bukan bekas cakar Garuda, atau guratan keris pangeran Diponegoro yang tersimpan beku di museum jadi jejak benda purbakala.
Tapi luka oleh ulah anakanak yang terlahir dari rezim yang dipercaya.
Baru atau lama apa bedanya?
Tak ada dampak setelah orasi sanasini mengobral janji.
Hanya derita mayoritas menamparnampar wajah ibu pertiwi.
Dengan kasuskasus jelas tak kusut yang tak tuntas tuk diusut.
Sementara perutperut bayi tak lagi bisa terurus. Dibiarkan busung lapar. Mengemis di perempatan di bawah jembatan layang. Hingga preman dan calo saling rebutan lahan.
Gugatmenggugat hanya biasa didengar seperti membaca running teks berita di televisi.
Datang dan pergi seperti lalulalang orang di dalam angkutan kota menunggu tarif disesuaikan.
Lalu temanteman kecilku, tak bisa mudah bersekolah. Melupakan bahagianya dongeng sebelum tidur tentang Cinderella, Timun Mas atau Gatotkaca.
Bangkubangku mereka hanya batu di pinggir kali. Guru mereka menekuni dengan hati. Walau gaji hanya cukup beli teri.
Disini aku anak kecil ini, hanya bisa diam tak bisa menerka esok jempol ini berkata apa?
IG Kembara
Pelacur di antara Sepasang Kakimu
pagi ini saat senyum matahari merekah. kita bukan temui basabasi juga hangat sapa berlalulalang di pintu kamar, seperti tak hendak menyatu
debar rindu yang melindu di dada tlah lengang meniada, lalu jeda pergi menyapa lainnya
adalah kau yang selalu mengatur ubah birama ketidakan menjadi hymne pemakluman pada kewajiban atas hawa istri adam
disini aku tlah lelah merapih remahan crystal hati yang lantak, lalu serpihannya meneteskan getir anyir di dalam lingerie kepatuhan
mungkin aku hanya seperti pelacur diantara sepasang kakimu
ruang kelu
IG
debar rindu yang melindu di dada tlah lengang meniada, lalu jeda pergi menyapa lainnya
adalah kau yang selalu mengatur ubah birama ketidakan menjadi hymne pemakluman pada kewajiban atas hawa istri adam
disini aku tlah lelah merapih remahan crystal hati yang lantak, lalu serpihannya meneteskan getir anyir di dalam lingerie kepatuhan
mungkin aku hanya seperti pelacur diantara sepasang kakimu
ruang kelu
IG
Senin, 14 Juni 2010
Ku Ketuk di Bening Keningmu

saat matahari setengah langkah menjala
tak kan temuiku didentingan dawaimu
biarkan jarak menyeret tiadaku
wajahku tak mengiris kerlingan bawang
"pergilah wanita bodoh!" itu ragumu retak mengucap
di punggungmu. rusukku tlah lelah mengabu
lamat-lamat deritan pintu panggilanmu, merayu
seperti auman keledai mengigau rindu
tapi sungguh palu tlah ku ketuk di bening keningmu
setitik pesanpun tak ku tanggalkan di ruang tamu
dan ku daki karang, melenggang tanpa hendak seliang dengan keluhan

bilik sunyi
IG
02 April 10
Kisah Akhir di Sebuah Stasiun
Kita berjalan. menuju sebuah stasiun. di siang ini, kelabu
Kau antarkan aku. dalam gamang. mengetuk-ngetuk kaca peron
Bukan ragu. pada segala, tentang lusi kekinianku
Tapi kau, meragukan keabsahan ucapku. saat itu
“aku tak akan banyak bicara sayang…kan ku penuhi segalaku untukmu”, ucapku kala dungu
Lalu kau sengaja menyodor-nyodorkan. karcis rapuhmu
Seolah-olah ucapku hanya bualan. jadwal ijab yang masturbasi
“maaf saatnya aku pergi meninggalkanmu..” tegas mengalir memecah keakuanmu
Adalah kau, tanpa rasa bersalah. menghiba harap. agar keretaku, langsir kepinggir
“sayang maukah kau merajut pelangi kembali..?, kali ini akan ku perbaiki bantalan relku kembali” tuturmu hendak menebas asaku
Tapi sungguh. ku lihat sebayangmu. merayu percepatan peluit masinis. juga bersorak riang. saat aku hendak berpamit.
Dan lihatlah ragaku. seperti tak ada kilogramkilogram baja, di punggung dan bahu
“maaf…masinis tlah meniupkan waktuku, semoga jalan ini akan menautkan kita jika memang masih utuh” itu kalimat terakhirku
badanku berbalik menjauh. tinggalkanmu bersama robekan karcis, berdebu di parkiran itu
kini aku melanglang. bak kapas. mencari kursi di gerbong depan. untuk rebahkan sisa lelahku. di senja ini
kereta hantu pun, memulai petualangan. melaju bersama kilometerkilometer baru
(..dan diam-diam ada senyum purnama. di sebuah stasiun. setia menanti di malam yang biru, tanpa kutau. tapi itu bukan kau)
debu jalang
IG
Kau antarkan aku. dalam gamang. mengetuk-ngetuk kaca peron
Bukan ragu. pada segala, tentang lusi kekinianku
Tapi kau, meragukan keabsahan ucapku. saat itu
“aku tak akan banyak bicara sayang…kan ku penuhi segalaku untukmu”, ucapku kala dungu
Lalu kau sengaja menyodor-nyodorkan. karcis rapuhmu
Seolah-olah ucapku hanya bualan. jadwal ijab yang masturbasi
“maaf saatnya aku pergi meninggalkanmu..” tegas mengalir memecah keakuanmu
Adalah kau, tanpa rasa bersalah. menghiba harap. agar keretaku, langsir kepinggir
“sayang maukah kau merajut pelangi kembali..?, kali ini akan ku perbaiki bantalan relku kembali” tuturmu hendak menebas asaku
Tapi sungguh. ku lihat sebayangmu. merayu percepatan peluit masinis. juga bersorak riang. saat aku hendak berpamit.
Dan lihatlah ragaku. seperti tak ada kilogramkilogram baja, di punggung dan bahu
“maaf…masinis tlah meniupkan waktuku, semoga jalan ini akan menautkan kita jika memang masih utuh” itu kalimat terakhirku
badanku berbalik menjauh. tinggalkanmu bersama robekan karcis, berdebu di parkiran itu
kini aku melanglang. bak kapas. mencari kursi di gerbong depan. untuk rebahkan sisa lelahku. di senja ini
kereta hantu pun, memulai petualangan. melaju bersama kilometerkilometer baru
(..dan diam-diam ada senyum purnama. di sebuah stasiun. setia menanti di malam yang biru, tanpa kutau. tapi itu bukan kau)
debu jalang
IG
Jumat, 30 April 2010
Dengarkan Suara Sampah
hai kawan..
: dengarkan ceritaku
tentang tanah yang subur, padi menguning siap panen
tentang rimba perawan dengan aneka flora dan fauna
tentang segala biota dan kedalaman ragam hening samudra
tentang kisah darah pahlawan yang tertumpah atau tercecer
tentang harta pusaka yang diwariskan nenek moyang kami
tentang kekayaan budaya dan norma hidup yang tertata
tentang yang ber-ibu pada negri berpanji merah putih
tentang kepintaran, kecerdasan dan kemakmuran pada lalu
kini masa demi masa berganti bangku dan telunjuk
hanya menyisakan hutang segunung
persawahan tergerus globalisasi ciptakan elegi dan polusi
peani dan nelayan memperkosa nurani atas kerontangnya lambung
modernisasi sulap desa jadi kota mendiri tuk semai menara langit
warisan ratna mutumanikam kian terkikis atau terjual proyek harakiri bukan harga diri
jejak pahlawan tinggal tumpukan abu bahkan remaja lupa akan syair 'rayuan pulau kelapa'
kemarau panjang akibat penjarah liar yang tak berhati nurani
lagi-lagi bencana menyalahkan pancaroba yang kian tak tentu
bendunganpun jebol, bumipun menjerit saat parunya teriris
lalu semua cuci tangan dan lari terbirit-birit sembunyi diketiak sunyi
: lihatlah..
apa bedanya penjahat dengan pejabat..?
kalau akhirnya sama-sama mencuri saat mulut berbisa mulai berdasi
apa perlunya siskamling..?
jika otak malingnya bayanganmu sendiri
banyak layar tancap terpampang bukan malu bertelanjang
justru sikut sana sini rekayasa skrip telenovela sebagai sajian kudapan
seolah sekejap mengulur suapan sebelah kanan, kirinya merampas segala
atau kami hanya gulma tuk dibuang di kali tanpa mau perduli
hanya tampang sampah yang tak perlu didengar tanpa maksud menyumpah
: tapi ingat...!!
walau kami sampah tapi sanggup menghabisimu.
Ira Ginda...
debu tepian kota
Gagakpun Bersorak Riang
pada malam tak berjendela
suara camar menghentak sukma
ruh mengerang tanpa kuasa
saat tubuh putih berganti rupa
: cemas
hitam
pekat
lengket
berbau
aakh..
limbah besi apung busuk
sisa minyak belum masak tertumbah
meninta menjamuri bening
: panik
ikanpun kobat-kabit berlarian takut tersentuh
burung laut bersegera terbang gelisah jika tenggelam
tapi gagak bersorak riang
menanti mangsa kala hening
tanpa teriakan kematian
: bisu lenyap
kelam ngilu
Ira Ginda
tepi rimba
suara camar menghentak sukma
ruh mengerang tanpa kuasa
saat tubuh putih berganti rupa
: cemas
hitam
pekat
lengket
berbau
aakh..
limbah besi apung busuk
sisa minyak belum masak tertumbah
meninta menjamuri bening
: panik
ikanpun kobat-kabit berlarian takut tersentuh
burung laut bersegera terbang gelisah jika tenggelam
tapi gagak bersorak riang
menanti mangsa kala hening
tanpa teriakan kematian
: bisu lenyap
kelam ngilu
Ira Ginda
tepi rimba
Pelacur diantara Sepasang Kakimu
pagi ini saat senyum matahari merekah. kita bukan temui basabasi juga hangat sapa berlalulalang di pintu kamar, seperti tak hendak menyatu
debar rindu yang melindu di dada tlah lengang meniada, lalu jeda pergi menyapa lainnya
adalah kau yang selalu mengatur ubah birama ketidakan menjadi hymne pemakluman pada kewajiban atas hawa istri adam
disini aku tlah lelah merapih remahan crystal hati yang lantak, lalu serpihannya meneteskan getir anyir di dalam lingerie kepatuhan
mungkin aku hanya seperti pelacur diantara sepasang kakimu
ruang kelu
IG
debar rindu yang melindu di dada tlah lengang meniada, lalu jeda pergi menyapa lainnya
adalah kau yang selalu mengatur ubah birama ketidakan menjadi hymne pemakluman pada kewajiban atas hawa istri adam
disini aku tlah lelah merapih remahan crystal hati yang lantak, lalu serpihannya meneteskan getir anyir di dalam lingerie kepatuhan
mungkin aku hanya seperti pelacur diantara sepasang kakimu
ruang kelu
IG
deja vu padamu
mungkin amnesia melanda
cinta datang pergi tanpa permisideja vu hidup mati
pijar padam tak lelah henti
kadang lupa
bagaimana ?
kapan ?
kenapa ?
apa ?
lalu meraba kala buta rimbunan belukar
menatap mata aksara pda biru bening samudra
rasapun tercecap sahaya
asin
manis
pahit
getir
hambar
tapi bara asmara kian jalang menantang
siap melantakan jerami hingga mengabu
karna hasrat belenggu norma adat
bimbang berkata:
"cinta, kau slalu berwarna dalam bait puisi
terpahat abadi di dinding hati"
Mimpi Terburukmu
matahari, maaf..aku menjauhimu, menjinjing sebelah jantung yang tak lagi utuh, ceceran darahnya hitam melegam, menggenggam belahan jiwa titisan wajahmu, melanglang terbang bebas bersayap bidari agar bayangku tak pernah lagi kau temukan.
...dan amatilah, kala malam mulai kelam yang gigilnya sunyi justru aku datang, nyata senyata mimpi terburukmu untuk membangkitkan peluh ngilu dari lelap pulas tidur panjangmu....
...dan amatilah, kala malam mulai kelam yang gigilnya sunyi justru aku datang, nyata senyata mimpi terburukmu untuk membangkitkan peluh ngilu dari lelap pulas tidur panjangmu....
Kamis, 25 Maret 2010
DUA REMBULAN MEMATRI BIRU MALAM (duo: Ira Ginda dan Joezefhina Zejingga)
lihatlah sayang...
aku tetap menantimu dengan pijaran lilin dalam lorong sunyi sepi, hanya sesekali lamatlamat singgah nyayian makhluk malam bersajak rindu akan hangat rembulan, roncean buket aksara yang kau kirim tlah tiba dihantar oleh desahan nafas bayu menanti gemintang yang setia menyemai langit pekat malam...
tapi kini siluet berkerudung pekat memuram
mahkotamu tertutup kiswah oleh kerapuhan rasa akanku...
sesaat hadir sebayang kepingan wajahmu melipurku
sayang tataplah jiwaku...!!
telisiklah sebutir atom mata batinku...dan katakan atas tanyaku..!!
"apakah kau lihat bara lentera sekuat itu..??
akankah kau tepis selalu...??"
jangan bilang benci jika dilema dekapmu
peluk dan kecupku kan membirukan gamangmu
mata hatiku membatik jiwa rapuhmu
mata penaku mematri setia rasamu
~ IG ~

sayang...
ambillah bila itu inginmu, tiada guna kumuramkan diri bila hanya terpantri rindu sepihak untuk apa lamat dinanti sedangkan waktu terus bergulir tanpa kompromi, terserah kini apa laku pada ujarmu yang lalu, peduli apa gamangku meraba pada semu...
ku sibak tabir muramku ada sosok membayang setengah jiwa
ku kepak kan lagi sayap bila belenggu cintamu mematuk dadaku
sayang...
dua rembulan membisu kan rasa hatiku dan mu
pekat malam membutakan jejakku tuk kembali pulang
kini...
ku tetap sendiri menyepi menenang seraya melukis pautan asa ku pada mu
kini...
masih setia ku rendakan kata kalimat membait
luapan jiwa antara ku dan kau...
~ JZ ~
tertitip pada sinar surya kecup hangatku Angin...Ginda...Jingga
[angin menguatkan rona senja]
kala senja merenta kan uzur
astana maya pada
23 januari 2010
~IG & JZ~
aku tetap menantimu dengan pijaran lilin dalam lorong sunyi sepi, hanya sesekali lamatlamat singgah nyayian makhluk malam bersajak rindu akan hangat rembulan, roncean buket aksara yang kau kirim tlah tiba dihantar oleh desahan nafas bayu menanti gemintang yang setia menyemai langit pekat malam...
tapi kini siluet berkerudung pekat memuram
mahkotamu tertutup kiswah oleh kerapuhan rasa akanku...
sesaat hadir sebayang kepingan wajahmu melipurku
sayang tataplah jiwaku...!!
telisiklah sebutir atom mata batinku...dan katakan atas tanyaku..!!
"apakah kau lihat bara lentera sekuat itu..??
akankah kau tepis selalu...??"
jangan bilang benci jika dilema dekapmu
peluk dan kecupku kan membirukan gamangmu
mata hatiku membatik jiwa rapuhmu
mata penaku mematri setia rasamu
~ IG ~

sayang...
ambillah bila itu inginmu, tiada guna kumuramkan diri bila hanya terpantri rindu sepihak untuk apa lamat dinanti sedangkan waktu terus bergulir tanpa kompromi, terserah kini apa laku pada ujarmu yang lalu, peduli apa gamangku meraba pada semu...
ku sibak tabir muramku ada sosok membayang setengah jiwa
ku kepak kan lagi sayap bila belenggu cintamu mematuk dadaku
sayang...
dua rembulan membisu kan rasa hatiku dan mu
pekat malam membutakan jejakku tuk kembali pulang
kini...
ku tetap sendiri menyepi menenang seraya melukis pautan asa ku pada mu
kini...
masih setia ku rendakan kata kalimat membait
luapan jiwa antara ku dan kau...
~ JZ ~
tertitip pada sinar surya kecup hangatku Angin...Ginda...Jingga
[angin menguatkan rona senja]
kala senja merenta kan uzur
astana maya pada
23 januari 2010
~IG & JZ~
Sabtu, 13 Februari 2010
TANDA CINTA..??

penuh jejak hangat saat sapa
ramah canda tawa berwarna kata
denting piano urai jemari makna
petikan gitar semai impian rasa
gemerisik bayu mengawali cerita
mungkinkah itu TANDA..??
jelaga tlah terganti bunga
ilalangpun berubah rupa
wewangian tanpa nama
melati mawar atau kenanga
entah.....biarkan bercerita
ditiap helai nafas bahagia
tanpa asa tak bersisa
kesedihan dan sakit tiada
entah kemana rimbanya
debu tersulap mega
lelah raga tertangkap kejora
sgalanya indah bagai syurga
smoga itu CINTA..!!
makna terjawab dalam doa
bara rindu didekap cinta
smoga itu tanda..
smoga menyapa..
dengan sgala warna
terdekap gurita asmara
tanpa bertanya
tanpa kata
hanya rasa ungkap cerita
valentine tuk repost...
14 februari 2010
IG
Jumat, 29 Januari 2010
MEDUSA BERTOPENG BIDADARI (Kolaborasi Ira Ginda dan Nandez Capricornidas)
lihatlah sayang...
kali ini aku tanpa seulas senyum pelangi membuka topeng bidadari
dan melepaskan sayapsayap indah dari tubuh lelahku
menyerupa wajah medusa dengan mimik bersisik ular penuh bisa
kali ini aku tanpa seulas senyum pelangi membuka topeng bidadari
dan melepaskan sayapsayap indah dari tubuh lelahku
menyerupa wajah medusa dengan mimik bersisik ular penuh bisa
akankah kau tetap menungguku...??
atau menemuiku...??
entahlah...
sayang...
aku dikutuk athena karna menatap matahari
aku hanya medusa lihat kulitku penuh darah bernanah
memandang pupil lensakupun kau tak sanggup
karna akan merubahmu membatu menyerupa patung bukan...??
aku bahkan tak berani memandang bayanganku sendiri
karena itu aku memilih loronglorong pekat bermagenta
bukan rembulan pada malam dan matahari pada siang
berlalulah "aku hanya jeda untukmu".

atau menemuiku...??
entahlah...
sayang...
aku dikutuk athena karna menatap matahari
aku hanya medusa lihat kulitku penuh darah bernanah
memandang pupil lensakupun kau tak sanggup
karna akan merubahmu membatu menyerupa patung bukan...??
aku bahkan tak berani memandang bayanganku sendiri
karena itu aku memilih loronglorong pekat bermagenta
bukan rembulan pada malam dan matahari pada siang
berlalulah "aku hanya jeda untukmu".

aku melihatmu sayang...
bangun dan bangkitlah...!!
dihadapanku engkau adalah sebuah maha karyaNya
walau tanpa seulas senyuman pelangi
hanya memuji bukan memuja
lebih baik dibenci menjadi diri sendiri
daripada dipuja bersembunyi dibalik topeng bidadari...
sayang..
jangan kau buka lagi topeng itu,
kau seorang petualang
kapan dan dimana saja mencari terang
apa setelah itu harus terbuang..??
aku akan menunggu..!!
entah dimana...
getaran itu berasa lindu sangat
kubutuh dekat lekat denganmu
membagi kehangatan cinta bukanlah sebuah dosa
semua medusa sempurna dimata kekasihNya
kesempurnaan merupakan cerminan kehendakNya
cikarang~nipah..14 januari 2010
IG ~ NC
hanya memuji bukan memuja
lebih baik dibenci menjadi diri sendiri
daripada dipuja bersembunyi dibalik topeng bidadari...
sayang..
jangan kau buka lagi topeng itu,
kau seorang petualang
kapan dan dimana saja mencari terang
apa setelah itu harus terbuang..??
aku akan menunggu..!!
entah dimana...
getaran itu berasa lindu sangat
kubutuh dekat lekat denganmu
membagi kehangatan cinta bukanlah sebuah dosa
semua medusa sempurna dimata kekasihNya
kesempurnaan merupakan cerminan kehendakNya
cikarang~nipah..14 januari 2010
IG ~ NC
SIMPUL CINTA (IG~NC)
kala itu....
aku selalu sendiri menata kaki untuk berdiri
kaupun datang tanpa nyata dan berlalu biasa tanpa tema
tapi selalu hadir saat aku terlena atau gamang akan propaganda
selalu memberikan sayap bidari tuk terbang menyemai mimpi
sayang...
aku dan kau berbeda rupa dalam birama
aku hanya itik si buruk raga menyerupa angsa
sayapku selalu rapuh bahkan nyaris tanpa helaian halus
pada ariku berlumur bisulbisul ruam bernanah darah
wajahku berkerut kisut bagai bekicot tersirap cuka
kau seorang brahma tak seperti aku yang sudra
wajah tampan menggoda putriputri raja tetangga
melenakan hawa yang menatap manja penuh kesan
dada bidang yang selalu menggoda selirselir baginda
ah sayang...
kenapa aku tak bersegera kau lupakan
aku hanya tinta pada kebeningan jiwa

aku selalu sendiri menata kaki untuk berdiri
kaupun datang tanpa nyata dan berlalu biasa tanpa tema
tapi selalu hadir saat aku terlena atau gamang akan propaganda
selalu memberikan sayap bidari tuk terbang menyemai mimpi
sayang...
aku dan kau berbeda rupa dalam birama
aku hanya itik si buruk raga menyerupa angsa
sayapku selalu rapuh bahkan nyaris tanpa helaian halus
pada ariku berlumur bisulbisul ruam bernanah darah
wajahku berkerut kisut bagai bekicot tersirap cuka
kau seorang brahma tak seperti aku yang sudra
wajah tampan menggoda putriputri raja tetangga
melenakan hawa yang menatap manja penuh kesan
dada bidang yang selalu menggoda selirselir baginda
ah sayang...
kenapa aku tak bersegera kau lupakan
aku hanya tinta pada kebeningan jiwa
~ Ira Ginda ~

sayang...
taukah kenapa aku memilihmu bukan mereka..??
kesucian hati dan keteduhan mata batin terpatri pada sudra
dalam keheningkan lantunan keindahan syurga
ayatayat cinta yang luruhkan dahaga sesat
embun untuk menyejukkan lahan tandus
debu yang setia melekat jika mensucikan rasa
itulah kau sayang...
selalu ada canda tawa tuk kita bagi pada kotak tanpa nama
pijar lazuardimu selalu setia menyinari kegelapan pada jeda
kelembutan sentuhan hangat menghilangkan segala lara
kesucian hati dan keteduhan mata batin terpatri pada sudra
dalam keheningkan lantunan keindahan syurga
ayatayat cinta yang luruhkan dahaga sesat
embun untuk menyejukkan lahan tandus
debu yang setia melekat jika mensucikan rasa
itulah kau sayang...
selalu ada canda tawa tuk kita bagi pada kotak tanpa nama
pijar lazuardimu selalu setia menyinari kegelapan pada jeda
kelembutan sentuhan hangat menghilangkan segala lara
segala tarian semesta kan kau kirim tuk hapus kegundahan jiwa
sabar dan tulus menemani perjalanan seratserat aksara
mendewasakan perjalanan atas makna sebuah pilihan
apakah masih meragukan rasa yang terbagi untuk kita..??
sabar dan tulus menemani perjalanan seratserat aksara
mendewasakan perjalanan atas makna sebuah pilihan
apakah masih meragukan rasa yang terbagi untuk kita..??
biarkan Dia mempertautkan simpul hati tanpa kita sadari
karna cintaNya telah menuntunku kepada kesempurnaan kasihNya...
karna cintaNya telah menuntunku kepada kesempurnaan kasihNya...
~ Nandez Capricornidas ~
18 januari 2010
~ IG & NC ~
~ IG & NC ~
CINTA TANPA SYARAT
jejakmu menghangat mengurai canducandu nista jadi sebuah resah
sampiran lendang bidarimu menyiratkan lara penanda angkara murka
semoga bukan sebuah penantian atas sebuah tanda akhir masa
lihatlah disana...
langitpun mengurai kristal-kristal atas duka nestapa
matahari tak hendak menyata menyusut oleh grahana
lalu apa yang selalu kita tata...tak ada
mungkin akan selalu salah meraba makna, aksara maupun tanda
cantingcanting yang selalu berlumut bisa atau tinta pemikat pekat
masihkah semua buat kita mencandu mencari ular kobra atau gurita ??

sampiran lendang bidarimu menyiratkan lara penanda angkara murka
semoga bukan sebuah penantian atas sebuah tanda akhir masa
lihatlah disana...
langitpun mengurai kristal-kristal atas duka nestapa
matahari tak hendak menyata menyusut oleh grahana
lalu apa yang selalu kita tata...tak ada
mungkin akan selalu salah meraba makna, aksara maupun tanda
cantingcanting yang selalu berlumut bisa atau tinta pemikat pekat
masihkah semua buat kita mencandu mencari ular kobra atau gurita ??

sayang...
maafkan aku yang selalu meminta dan menuntut atas kehendak
tanpa malu selalu mengucap meminta setiap kisah sempurna
melukis gerimis dengan pongah dan angkuh akan kemandulan ilmu
hanya selalu mengukur dan menghitung keburukan atas Maha Karya
mengundat-undat segala yang menggantung permintaan atas lalu
melukis gerimis dengan pongah dan angkuh akan kemandulan ilmu
hanya selalu mengukur dan menghitung keburukan atas Maha Karya
mengundat-undat segala yang menggantung permintaan atas lalu
tanpa ikhlas...
tanpa sabar...
tanpa tulus...
tanpa bersyukur..
tanpa iming-iming pahala
tanpa menuntut syurga
TANPA SYARAT untuk sebuah CINTA
~ cikarang ~
20 januari 2010
~ IG ~
tanpa sabar...
tanpa tulus...
tanpa bersyukur..
tanpa iming-iming pahala
tanpa menuntut syurga
TANPA SYARAT untuk sebuah CINTA
~ cikarang ~
20 januari 2010
~ IG ~
Rabu, 27 Januari 2010
JANJI HATI
perjalanan kita seperti grahana matahari saja layaknya
mentari berjumpa mengecup hangat sesaat melepas penat
bulan kemudian berlalu kembali berpamit dan beranjak pergi
tanpa ada yang bisa menghalangi dan membunuh waktu
itulah kita sayang...
jarak akan menjadi sekat dalam keterbatasan
dan keterasingan rimba yang selalu menggoda
apakah rindu ini yang buatmu resah...??

lihatlah rerintik hujan mengalir lembut pada hulu ke muara
mungkin seperti itu rinduku setiap melukis rasa akanmu
menuliskan aksara namamu lewat hembusan nafasku
sayang...
bila cinta yang kau pinta aku punya
tanpa rasa dalam berbagi lewat sentuhan hangat
aku hanya utus bayu sebagai pengganti raga
sampai waktu menitipkan tanda kala bersua
kesabaran hati kan menuntun pada makna penantian
hanya pada kesempitan ruang rindu memihak rasa
dan aku tau kau selalu menemani tanpa menyiksa
~ cikarang ~
21 januari 2010
~ I G ~
mentari berjumpa mengecup hangat sesaat melepas penat
bulan kemudian berlalu kembali berpamit dan beranjak pergi
tanpa ada yang bisa menghalangi dan membunuh waktu
itulah kita sayang...
jarak akan menjadi sekat dalam keterbatasan
dan keterasingan rimba yang selalu menggoda
apakah rindu ini yang buatmu resah...??

lihatlah rerintik hujan mengalir lembut pada hulu ke muara
mungkin seperti itu rinduku setiap melukis rasa akanmu
menuliskan aksara namamu lewat hembusan nafasku
sayang...
bila cinta yang kau pinta aku punya
tanpa rasa dalam berbagi lewat sentuhan hangat
aku hanya utus bayu sebagai pengganti raga
sampai waktu menitipkan tanda kala bersua
kesabaran hati kan menuntun pada makna penantian
hanya pada kesempitan ruang rindu memihak rasa
dan aku tau kau selalu menemani tanpa menyiksa
karna pada janji hati kita telah terikat
~ cikarang ~
21 januari 2010
~ I G ~
Langganan:
Postingan (Atom)